Minggu, 29 Juli 2012

PADI HIBRIDA? KENAPA TIDAK?
Oleh: Nunung Nurhadi

Tidak bisa dielakkan lagi bahwa padi hibrida sekarang ini kurang mendapat simpati di hati petani. Ini bukan tanpa sebab, berkali-kali petani menanam varietas padi hibrida dengan segudang harapan, tetapi hasil panen yang diharapkan tidak memuaskan. Program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) dari pemerintah yang seharusnya merupakan langkah strategis sosialisasi varietas padi hibrida, juga turut menurunkan rating padi hibrida. Mulai benih yang tidak tumbuh, pertumbuhan tidak seragam, kerentanan terhadap hama dan penyakit, sampai bulir padi yang tidak terisi penuh saat waktunya dipanen, yang semuanya berakibat menurunkan pendapatan petani.
Dalam rangka meningkatkan mutu genetis padi hibrida khususnya dalam ketahanan terhadap hama dan penyakit serta daya adaptasi di multi lokasi, Badan Litbang Pertanian melalui Balai Besar Padi sampai saat ini terus mengupayakan penelitihan dan memunculkan varietas padi hibrida baru yang lebih unggul. Terakhir didapatkan varietas hibrida khusus untuk propinsi jawa timur yaitu Varietas Jatim 1, Jatim 2, dan Jatim 3 yang mempunyai tekstur nasi pulen dan rasa gurih. Varietas ini  mulai di sebarluaskan tahun 2012.
Pengalaman yang menggembirakan dalam penanaman padi hibrida  telah dicapai oleh anggota Kelompok Tani Rukun Tani di Desa Ngerong, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, yang telah melakukan panen raya Varietas Padi Hibrida Sembada 168 pada lahan seluas 10 hektar bersama dengan Menteri Pertanian Bapak Ir. Suswono, MMA. Hasil ubinan panen kali ini  6,45 kg atau setara dengan 10,32 kwintal per hektar gabah kering atau 89,28 kwintal per hektar gabah giling. Varietas Padi Sembada 168 ini memang memiliki keunggulan dibandingkan varietas lainnya seperti potensi produksi lebih tinggi, posisi tanaman tegak dan ketahanan terhadap hama penyakit lebih tangguh.
 
Menteri Pertanian dan Bupati Pasuruan panen raya

Ada beberapa hal yang dapat dikatakan merupakan suatu keharusan dalam pengelolaan padi hibrida, diantaranya :

1. Penggunaan pupuk organik
Kita semua paham bahwa banyak fungsi pupuk organik dalam  perbaikan sifat fisik dan kimia tanah seperti meningkatkan aerasi tanah, meningkatkan kemampuan menahan air dan nutrisi dari perkolasi maupun penguapan., meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah, sebagai buffer penyangga antara asam dan basa, sampai pada meningkatkan ketahanan tanaman  terhadap OPT melalui penambahan hara mikro tanaman. Penambahan pupuk organik juga meningkatkan jumlah makanan bagi musuh alami (MA) sehingga MA menjadi terpelihara dan lestari. Untuk menekan input usaha tani, sangat dianjurkan menggunakan pupuk organik buatan sendiri yang bahan bakunya tersedia di lingkungan sekitar, mulai dari jerami, kotoran hewan, serasah, sampah, limbah rumah tangga dan lain lain, yang tentunya melalui proses fermentasi yang sempurna. Kebutuhan bahan organik untuk lahan yang sudah lama tereksploitasi memang cukup tinggi, dengan kondisi tanah yang bahan organiknya kurang dari 2% sementara yang ideal adalah 5% maka paling tidak dosis pupuk organik yang harus diberikan adalah 14 truk untuk 1 hektar lahan. Namun tidak mungkin itu kita lakukan sehubungan dengan input usaha tani yang akan membengkak drastis. Dosis dapat kita angsur dengan memberikan minimal 1 ton/ha/musim.

2.  Penanaman umur muda
Apabila kondisi memungkinkan, bukan daerah endemis keong mas dan bukan daerah banjir, transplanting umur muda (dibawah 21 hari / 4 daun) sangat direkomendasikan karena beberapa varietas hibrida sudah melakukan perkembangan anakan pada saat pertumbuhan awal. 

3. Penggunaan jarak tanam sesuai
Penanaman dengan sistem legowo sangat dianjurkan, karena sistem tanam ini memperbanyak jumlah populasi perhektar  sehingga mendukung sebagian  varietas padi hibrida yang anakannya tidak banyak. Penanaman system ini juga mengurangi kelembaban pada iklim mikro tanaman karena disinyalir varietas padi hibrida  rentan terhadap hama dan penyakit. Hasil pengkajian penerapan system legowo di beberapa lokasi, legowo 2 : 1 adalah yang paling baik. 

4. Pemupukan yang  tepat dosis, tepat waktu dan tepat cara
Tepat dosis, penentuan dosis pemupukan padi berdasar target produksi dapat diketahui dengan berbagai macam cara mulai dari yang paling umum (untuk kawasan perkecamatan) sampai pada yang sangat spesifik (lima hektar kebawah)
-       Menggunakan Permentan no. 40 tahun 2007, dalam permentan ini dapat dilihat dosis rekomendasi umum perkecamatan. Permentan ini dapat di akses di http://www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/11/
-       Menggunakan Perangkat uji Tanah sawah (PUTS), PUTS (akan dibagikan pada 200 Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) tahun 2012 ini) dapat menentukan dosis rekomendasi yang lebih spesifik lokasi dengan maksimal areal 5 ha.
-       Menggunakan internet berbasis riwayat lahan yang bisa di akses di http://webapps.irri.org/nm/id/.
-       Menggunakan Bagan Warna Daun (BWD), BWD ini adalah metode yang sangat dianjurkan dalam menentukan dosis N, walaupun sudah tersedia dosis rekomendasi dari metode yang lain. Dengan BWD ini kita melihat tingkat kandungan klorofil yang aktual untuk menentukan kebutuhan N untuk tanaman.
Tepat waktu, pupuk sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan tiap fase pertumbuhan.
-       Fase pertumbuhan awal yaitu umur 0-14 hari secara umum fase ini memerlukan  25%N, 50% K dan 100 % P2O5 dari dosis rekomendasi,
-       Fase pertumbuhan anakan dimulai umur 21 HST dengan 50% N dari dosis rekomendasi
-       Fase Primordia, fase ini sangat bervariasi dari berbagai macam varietas, untuk menentukan kapan dimulainya fase ini dapat dihitung mundur 60-70 hari dari umur tanaman padi. Pada fase ini diperlukan 25% N dan 50% K
-       Khusus untuk varietas hibrida perlu ditambahkan pupuk N pada saat 5%-10% berbunga dengan dosis 50 kg Urea agar didapatkan bulir yang terisi penuh.

Tepat cara, tidak akan ada artinya apabila kita mengaplikasikan kebutuhan pupuk tepat dosis dan tepat waktu apabila caranya tidak tepat. Yang sering menjadi persoalan dan hilangnya pupuk dilapangan utamanya untuk pupuk N adalah pemahaman tentang lapisan reduksi dan lapisan oksidasi. Lapisan oksidasi adalah lapisan dimana apabila N terletak di lapisan itu, maka akan teroksidasi atau bereaksi dengan oksigen sehingga menjadi gas dan menguap. Sedangkan lapisan reduksi adalah dimana N tidak dapat teroksidasi. Lapisan oksidasi secara umum adalah 2-3 cm dibawah permukaan tanah. Oleh karena itu sebisa mungkin kita memupuk dengan meletakkan pupuk N pada lapisan reduksi. Penggunaan N tablet sangat direkomendasikan, namun cara untuk menyiasati penggunaan N dalam bentuk pril adalah dengan menginjak injak atau dengan genangan 3-4 cm saat aplikasi. Ada beberapa catatan untuk mengurangi kehilangan pupuk N di lapangan, jangan memupuk dalam keadaan matahari terik, berangin dan kondisi lahan yang kering.

5. Pengendalian OPT.
Pengamatan sangat penting dalam rangka pengecekan kondisi tanaman. Pengamatan ini dapat dikolaborasikan antara Pengendali Organisme Penggangu Tanaman (POPT) selaku kepanjangan tangan dari pemerintah dengan para alumni Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan alumni Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) serta penyuluh pertanian untuk menentukan tindakan/eksekusi yang harus dilakukan. Khusus untuk wereng yang mempunyai pertumbuhan sangat cepat dan potensi penyebaran hingga radius 200 km, pengamatan perlu dilakukan dengan lebih serius dan terintegrasi lagi. Menurut Profesor Dr. Baehaki, peneliti dari Balai Besar Padi, Sukamandi, untuk mengawasi dan memantau penyebaran wereng dan penggerek batang, perlu dilakukan pengamatan dengan mengunakan light trap yang dipasang disetiap area dan segera dilakukan tindakan eksekusi yang tepat.

Pengembangan padi hibrida adalah salah satu jalan dalam kedaulatan pangan nasional, peningkatan tingkat konsumsi beras dan konversi lahan produktif untuk perumahan dan industri, belum sebanding dengan perluasan lahan dengan pencetakan sawah baru. Oleh karena itu kita harus optimis terhadap program intensifikasi yang salah satu komponennya adalah penggunaan varietas hibrida. Sebagai catatan penting, perlu dijaga semaksimal mungkin agar jangan sampai petani yang dirugikan. Uji multi lokasi mutlak dilakukan oleh produsen benih hibrida sebelum dilakukan pemasaran. Penyampaian informasi tentang ketahanan hama dan penyakit perlu di informasikan dengan benar dan tepat agar pengguna benih lebih waspada dan tidak teledor terhadap OPT tertentu. Pendampingan pihak terkait perlu terus dilakukan secara intensif baik dari produsen benih maupun penyuluh pertanian. Perbaikan genetik perlu juga terus menerus ditingkatkan. Semoga Tuhan memberikan jalan kebaikan bagi kedaulatan pangan negara kita.